Senin, 09 Juni 2008

TRAGEDI ANAK BANGSA

Beberapa minggu kemarin Kita disuguhi tapilan layar televisi yang cukup menyayat hati.
Belum lagi Kita tersengak "sesak nafas" dengan naiknya BBM yang cukup menguras anggaran biaya Kita, dihantam lagi dengan tragedi berdarah UNAS yang cukup memalukan tegaknya HAM di Bumi Pertiwi ini. Tak dinyana kita disajikan lagi dengan tragedi berdarah Monas yang sangat memilukan hati sekali.
Kenapa sangat menyayat hati disebabkan terjadinya tindak kekerasan tersebut dilakukan oleh sekelompok orang yang menggunakan "jargon-jargon" agama dalam penyerangan itu (pelaku penyerangan menggunakan simbol-simbol agama Islam yang biasa dipakai pada saat melaksanakan ibadah seperti Peci Putih, Sorban dan warna-warna putih lainnya yang identik dengan kesucian Islam). Belum lagi diperkuat dengan simbol lembaga yang jelas-jelas melabelkan Islam yakni Front Pembela Islam (FPI) yang kesemuanya kaum laki-laki. Sedangkan kelompok yang diserangnya didominasi oleh anak-anak dan para wanita (kebanyakan kaum Ibu juga) yang sedang menyuarakan kebebasan beragama dan beribadah.
Memposisikan tragedi Monas ini harus kita posisikan lebih utama diantara tragedi yang awal, namun tanpa mengurangi rasa pedih Kita dengan tragedi yang lebih dulu datang, hal ini dikarenakan adanya simbol agama terlibat didalamnya namun diposisikan tidak seperti Titah Tuhan yang Maha Mulia yakni adanya "jalan kedamaian" melainkan dengan menaburkan tinta darah kekerasan dalam aksinya.
Membedah tragedi Monas ini memang cukup pelik dan kompleks keberadaannya, ini dikarenakan adanya rangkaian sekenario sebelumnya yang mengiringi Tragedi tersebut, apakah tragedi ini murni gesekan akibat isu yang berlawanan dilapangan atau memang sudah disekenariokan sebelumnya untuk saling bergesekan. Namun fakta yang terjadi dilapangan menunjukan adanya "kearogansian" dari satu kelompok tertentu dalam hal ini FPI untuk menghancurkan kelompok yang lain dalam hal ini AKKBB.
Ini bisa Kita buktikan dari isu yang diusung dari kedua kelompok tersebut jelas sangat berbeda, yang satu mengusung isu BBM (FPI/Hizbut Tahrir) sedangkan AKKBB mengusung isu kebebasan beragama dan berkeyakinan (menggunakan momentum hari Kebangkitan Nasional dan hari Kesaktian Pancasila). Namun dikarenakan ditengarai dalam kelompok AKKBB terdapat Jemaah "Ahmadiyyah" yang saat ini menjadi polemik tidak hanya dikalangan umat Islam maupun Pemerintah sendiri, sehingga sebagian kelompok pendemo BBM mengalihkan aksinya menjadi penindasan terhadap kelompok kedua tersebut karena pendemo BBM tersebut "berselimutkan" Jargon Islam anti Ahmadiyyah.
Keadaan ini memunculkan banyak kecurigaan berbagai kalangan, apakah tragedi ini benar direncanakan (sebagaimana statement korban A. Suady bahwa sebelum menyerang mereka kelompok FPI ini di brefieng dulu di Masjid Istiqlal siapa2 saja yang menjadi target utama penyerangan), atau memang murni "insting kebinatangan" manakala melihat ada kelompok lain yang bersebrangan.
Tragedi ini jelas mengalihkan opini di masyarakat yang sedang "gelisah-susah dan berteriak lantang" akibat dari kenaikan BBM dan tragedi pemukulan terhadap Mahasiswa, menjadi isu yang sangat sensitif yakni isu keagamaan. Ini jelas menguntungkan Pemerintah karena dengan sendirinya Pemerintah tak perlu kelelahan lagi menghadapi badai kritik yang menghujam terus-menerus setiap harinya, selain itu patut diduga pula ini semacam amunisi gratis (atau boleh dibilang legitimasi angin segar) untuk mengeluarkan SKB tentang Ahmadiyah yang penuh dengan kontroversi itu.
Bahkan opini yang berkembang sekarang menjadi saling tuding-menuding bahwa bentrokan tersebut didalangi oleh "Penguasa" saat ini untuk pengalihan isu. "Kelompok pelaku" menuding bahwa kelompok AKKBB dijadikan pagar hidup untuk menghalau massa yang sedang gencar mendemo Istana tentang kenaikan BBM (dengan deal tertentu tentunya menguntungkan Kelompok Ahmadiyyah agar SKB batal diterbitkan dan Kelompok JIL (Utan Kayu) menanggok materi dan keuntungan kelompok). sedangkan "versinya korban" jelas ini settingan "Penguasa" juga untuk memuluskan lahirnya SKB Ahmadiyyah serta pengalihan isu utama pula. Ini bisa di buktikan dengan kurang sigapnya keamanan dalam hal ini pihak Kepolisian dalam mengantisipasi akan terjadinya gesekan dua kelompok ini (bisa kita dengar dari statementnya A. Suady bahwa pada saat terjadi pengeroyokan pihak intel Polisi mengontek intel FPI "apakah suasana sudah kondusif untuk pengamanan atau belum dengan di jawab belum karena masih terjadi penyerangan belum kocar-kacir katanya"). Belum lagi dengan statement Gusdur yang mengatakan bahwa ada anggota aksi AKKBB yang membawa pistol itu adalah 'intel Polisi' (yang makin membuktikan keterlibatan aparat Hukum). Kurang pas kalau Gusdur mengada-ngada dengan beckround ketokohannya.
Namun apapun yang melatar belakangi tragedi tersebut, jelas-jelas Tragedi Monas ini menodai pesan agama untuk menyerukan perdamaian di muka Bumi ini, tidak dengan mengedepankan kekerasan. Janganlah agama dijadikan landasan bertindak kekerasan untuk metasbihkan sikap seperti itu, padahal banyak sekali kepentingan lain yang mendasarinya. Apalagi Kita hidup di Bumi Nusantara ini diikat dengan bingkai hukum UUD 45 dan Pancasila. Rasanya tidak ada tempat bagi mereka untuk mengangkangi Landasan Negara Kita kecuali hanya orang-orang yang berniat mengganti dasar negara Kita saja yang memiliki hasrat untuk melakukannya.
Gunakanlah cara-cara yang lebih elegan dan demokratis, lakukanlah counter opinion bila Kita ingin mengkritisi sikap orang lain namun bukan dengan cara-cara kekerasan yang akan memunculkan kekerasan pula. Rasanya cukup pantas bila Kita mengusulkan kepada mereka yang menamakan Front Pembela Islam mengganti "Islamnya" menjadi "Individu", dan berteriaklah dengan nama individu sehingga tidak menggerombol menjadi satu kekuatan yang seolah-olah boleh melakukan apa saja tanpa mengindahkan hukum yang ada di Indonesia ini. Dan Kita mengharapkan Komandannya yakni Munarman (dari aktifis "Kiri" menjadi "Kanan") untuk segera keluar dari persembunyainnya supaya dapat memberikan keseimbangan fakta menurut versinya yang dapat dikemukakan di mata hukum negara Kita guna ditemukannya Keadilan untuk semua. Demikian adanya...Wallahu'Alam Bishowab.

"Cupeng-Bandengan"

Tidak ada komentar: